Sebuah situs yang berisi konten terlarang di suatu negara dapat diblokir oleh pemerintah negara tersebut. Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bertanggung jawab untuk melakukan pemblokiran situs-situs yang melanggar peraturan perundang-undangan atau norma sosial yang berlaku di masyarakat1.
Untuk melakukan pemblokiran, Kominfo memiliki beberapa mekanisme, antara lain23:
Menerima aduan dari masyarakat melalui situs Aduan Konten atau email aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Mengevaluasi aduan dari aspek hukum dan teknis oleh tim khusus yang terdiri dari ahli hukum, ahli IT, dan ahli konten.
Mengirimkan surat peringatan kepada penyedia layanan internet (ISP) atau platform over-the-top (OTT) seperti Facebook, Twitter, Telegram, dan Google untuk menghapus atau memblokir konten negatif tersebut.
Menempatkan situs yang bermasalah dalam daftar Trust Positif, yang merupakan basis data situs-situs yang diblokir oleh Kominfo.
Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian atau penegak hukum lainnya jika diperlukan.
Kominfo mengklasifikasikan konten negatif menjadi tiga jenis, yaitu2:
Informasi/dokumen elektronik yang melanggar peraturan perundang-undangan, seperti pornografi, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan, fitnah, pelanggaran kekayaan intelektual, provokasi SARA, berita bohong, terorisme/radikalisme, dan lain-lain.
Informasi/dokumen elektronik yang melanggar norma sosial yang berlaku di masyarakat, seperti informasi/dokumen elektronik yang meresahkan masyarakat atau tidak sesuai dengan nilai-nilai kepantasan untuk ditampilkan di muka umum.
Informasi elektronik/dokumen elektronik tertentu yang membuat dapat diaksesnya konten negatif yang terblokir (web proxy, open proxy, open browser dan lainnya).
Salah satu sebabnya situs dengan konten judi dan pornografi masih dapat dengan mudah diakses di Indonesia adalah karena adanya celah teknis yang dimanfaatkan oleh para penyedia situs tersebut. Misalnya, mereka menggunakan domain atau alamat situs yang sering berubah-ubah, menggunakan server luar negeri yang sulit dilacak, atau menggunakan teknologi enkripsi yang menyulitkan pengawasan.
Selain itu, sebab lainnya adalah karena kurangnya kesadaran dan tanggung jawab dari para pengguna internet itu sendiri. Banyak orang yang mengakses konten judi dan pornografi karena dorongan seksual yang kuat, rasa penasaran, atau sekadar hiburan1. Padahal, konten-konten tersebut dapat berdampak negatif bagi kesehatan mental, moral, dan sosial mereka. Konten judi dan pornografi dapat menimbulkan kecanduan, distorsi seksualitas, kerusakan hubungan interpersonal, pelanggaran hukum, dan lain-lain.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan individu untuk mencegah dan menanggulangi masalah ini. Pemerintah harus lebih aktif dan tegas dalam melakukan pemblokiran situs-situs bermasalah dengan menggunakan mekanisme hukum dan teknis yang sesuai. Masyarakat harus lebih peduli dan proaktif dalam melaporkan konten-konten negatif yang ditemukan di internet melalui saluran resmi yang disediakan oleh pemerintah. Individu harus lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan internet dengan menghindari konten-konten yang tidak bermanfaat atau bahkan merugikan diri sendiri dan orang lain.